Air zamzam menjadi oleh-oleh khas jamaah haji dan umrah karena keistimewaannya berasal dari Makkah dan diyakini tidak pernah habis, meski selalu diambil jutaan orang setiap tahun.
Sejarah mencatat bahwa sumur zamzam telah digunakan selama lebih dari 4.000 tahun, sejak masa Nabi Ismail AS. Ketika masih bayi, Nabi Ismail menghentakkan kakinya ke tanah dalam kondisi kehausan, lalu keluarlah air dari tempat tersebut. Ibunya, Siti Hajar, menyebut air itu dengan “Zamzam,” yang berarti “berkumpul.”
Menurut Profesor Sharaqi, ahli geologi dan sumber daya air dari Institut Penelitian Afrika, air zamzam berasal dari sumber yang dapat diperbarui. Berbeda dengan beberapa reservoir air yang tidak dapat diperbarui, seperti di Gurun Barat Mesir, sumber air zamzam terus terisi ulang oleh hujan yang turun di wilayah pegunungan Makkah.
Sumur zamzam berada di lembah Ibrahim, sebuah dataran rendah yang menampung aliran air hujan dari pegunungan sekitarnya. Endapan sungai setebal 14 meter dari proses jutaan tahun membentuk bagian atas sumur, sementara 21 meter sisanya berada di dalam batuan, menjadikan total kedalaman sumur sekitar 35 meter.
Air terus diperbarui karena adanya siklus hujan dan penyimpanan alami. Iklim Makkah yang relatif stabil juga mendukung keberlangsungan sumur ini.
Selain faktor alam, pemeliharaan teknis juga berperan penting. Air zamzam dipompa dan dialirkan secara terkontrol ke keran-keran, serta terus diawasi kualitasnya oleh otoritas terkait. Uji laboratorium secara berkala memastikan kemurnian mikrobiologis dan kimianya tetap terjaga.
Studi yang dipublikasikan di PubMed Central menyebutkan bahwa air zamzam mengandung mineral penting seperti natrium, kalium, magnesium, dan kalsium dalam jumlah tinggi, yang menjadikannya kaya manfaat dan stabil secara komposisi dari waktu ke waktu.